Peran, Fungsi dan Tujuan Perpustakaan

  • Peran perpustakaan

Perpustakaan merupakan upaya untuk memelihara dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisasi secara baik dan sistematis, secara langsung atau pun tidak langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini, terkait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan.

 

  • Fungsi Perpustakaan

Pada umumnya perpustakaan memiliki fungsi yaitu :

Fungsi penyimpanan, bertugas menyimpan koleksi (informasi) karena tidak mungkin semua koleksi dapat dijangkau oleh perpustakaan.

Fungsi informasi, perpustakaan berfungsi menyediakan berbagai informasi untuk masyarakat.

Fungsi pendidikan, perpustakaan menjadi tempat dan menyediakan sarana untuk belajar baik dilingkungan formal maupun non formal.

Fungsi rekreasi, masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan membaca dan mengakses berbagai sumber informasi hiburan seperti : Novel, cerita rakyat, puisi, dan sebagainya.

Fungsi kultural, perpustakaan berfungsi untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat melalui berbagai aktifitas, seperti : pameran, pertunjukkan, bedah buku, mendongeng, seminar, dan sebagainya.

 

  • Tujuan Perpustakaan

Tujuan perpustakaan adalah untuk membantu masyarakat dalam segala umur dengan memberikan kesempatan dengan dorongan melelui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka:

  1. Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesimbungan.
  2. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik.
  3. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik.
  4. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemempuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia.
  5. Dapat meningkatkan tarap kehidupan sehari-hari dan lapangan pekerjaannya.
  6. Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa.
  7. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial.

Isi dan Makna GURINDAM 12

Isi Gurindam 12

 

Gurindam I

Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.

Gurindam II

Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.

Gurindam III

Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.

Gurindam IV

Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.

Gurindam V

Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Gurindam VI

Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi.

Gurindam VII

Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.

Gurindam VIII

Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.

Gurindam IX

Tahu pekerjaan tak baik,
tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.

Gurindam X

Dengan bapak jangan durhaka
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai
supaya dapat naik ke tengah balai.
Dengan istri dan gundik janganlah alpa
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kapil.

Gurindam XI

Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hajat.
Hendak dimalui,
jangan memalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.

Gurindam XII

Raja mufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.

 

Arti/Makna Gurindam 12

 

Kedua belas pasal “Gurindam Dua Belas” tersebut berisi nasihat tentang agama, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah laku.  Berikut adalah keduabelas maknanya ;

 

Pasal I dan II memberi nasihat tentang agama (religius).

Pasal III tentang budi pekerti, yaitu menahan kata-kata yang tidak perlu dan makan seperlunya.

Pasal IV tentang tabiat yang mulia, yang muncul dari hati nurani dan akal pikiran.

Pasal V tentang pentingnya pendidikan dan memperluas pergaulan dengan kaum terpelajar.

Pasal VI tentang pergaulan, yang menyarankan untuk mencari sahabat yang baik, demikian pula guru sejati yang dapat mengajarkan mana yang baik dan buruk.

Pasal VII berisi nasihat agar orang tua membangun akhlak dan budi pekerti anak-anaknya sejak kecil dengan sebaik mungkin. Jika tidak, kelak orang tua yang akan repot sendiri.

Pasal VIII berisi nasihat agar orang tidak percaya pada orang yang culas dan tidak berprasangka buruk terhadap seseorang.

Pasal IX berisi nasihat tentang moral pergaulan pria wanita dan tentang pendidikan. Hendaknya dalam pergaulan antara pria wanita ada pengendalian diri dan setiap orang selalu rajin beribadah agar kuat imannya.

Pasal X berisi nasihat keagamaan dan budi pekerti, yaitu kewajiban anak untuk menghormati orang tuanya.

Pasal XI berisi nasihat kepada para pemimpin agar menghindari tindakan yang tercela, berusaha melaksanakan amanat anak buah dalam tugasnya, serta tidak berkhianat.

Pasal XII (terakhir) berisi nasihat keagamaan, agar manusia selalu ingat hari kematian dan kehidupan di akhirat.

 

 

 

PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI FOLKLOR

Pengertian Folklor

      Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata folklore adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk sama artinya dengan kata kolektif (collectivity). Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu dapat berwujud:

1.      Penanda fisik (warna kulit, bentuk rambut, dan sebagainya)

2.      Penanda sosial (mata pencarian, taraf pendidikan, kegiatan)

3.      Penanda budaya (bahasa, budaya, kegiatan, agama, dan lain-lain.)

Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Dan yang penting lagi, mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri.

 Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat mnemonic device.

Definisi folklor secara keseluruhan: folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Agar dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya, harus terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
  2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
  3. Folklore ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut, biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan folklor), folklor dengan mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.
  4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui oleh orang lain.
  5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya, selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari” untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis, dan lain-lain.
  6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
  7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
  8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini diakibatkan karena penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
  9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

Defenisi Sastra Menurut Para Ahli

Berikut adalah rangkuman defenisi sastra menurut para ahli :

1. Mursal Esten (1978 : 9), Sastra atau adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).

2. Semi (1988 : 8 ), Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

3. Panuti Sudjiman (1986 : 68), Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya.

4. Ahmad Badrun (1983 : 16), Sastra adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.

5. Eagleton (1988 : 4), Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

6. Plato, Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

7. Aristoteles, Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.

8. Robert Scholes (1992: 1), Sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda.

9. Sapardi (1979: 1), Memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.

10. Taum (1997: 13), Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”.

11. Sumardjo dan Sumaini, definisi sastra yaitu : 1. Sastra adalah seni bahasa.2. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam. 3. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa. 4. Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan. 5. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang benar dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yang mempesona.

12. Fananie (2000 : 6), Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna.

13. Teeuw ( 1984 : 23), Sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca.

14. Wellek dan Warren ( 1987 : 3 ), Sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni.

15. Damono ( 1984 : 10), Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial.

16. Suyitno, Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif  juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan.

17. Tarigan, Sastra adalah merupakan obyek bagi pengarang dalam mengungkapkan gejolak emosinya, misalnya perasaan sedih, kecewa, senang dan lain sebagainya.

18. Lefevere (1997), Sastra adalah deskripsi pengalaman kemanusiaan  yang  memiliki  dimensi  personal  dan  sosial  sekaligus  serta pengetahuan kemanusiaan yang sejajar dengan bentuk hidup itu sendiri.

19. Sumarno dan Saini, Sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.

20. Menurut kaum formalisme rusia, Sastra adalah gubahan bahasa yang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi pengarang.

Tetesan Hujan

     Seorang gadis yang duduk termangu di sisi jendela kamarnya terdiam membisu sambil menatap lekat kepada tetesan air hujan yang turun membasahi tanah. Tangan kanannya tetap setia menopang wajahnya yang terlihat murung. Kuku tangan kirinya sejak tadi mengetuk-ngetukkan diri ke kaca jendela, pertanda bahwa ia sedang gelisah dan menanti sesuatu yang dalam sekejap dapat mengubah raut kesedihan yang masih setia menghiasi wajah mungilnya. Ia meraih cangkir berisikan kopi yang sudah ia siapkan sejak 5 menit yang lalu, kemudian meniup tepi gelasnya dan membiarkan aroma kopi yang sangat khas itu merasuk kedalam indra penciumannya. Sedikit membuat beban pikirannya berkurang, walaupun bukan aroma kopi tersebutlah yang menjadi jawaban atas segala penantiannya sejak tadi.

     Detak jarum jam dan tetesan air hujan masih terus membimbing harapannya menuju kekecewaan, setidaknya sampai ia menemukan jawaban atas segala penantiannya itu. Berulang kali ia menoleh kearah ponselnya yang terbaring kaku di atas ranjang. Keadaannya masih tetap sama, LED yang tak kunjung menyala dan juga belum mau untuk bersuara. Namun gadis tersebut masih tetap menunggu, sampai ponsel itu mau berbicara dan menyampaikan jawaban atas segala penantian dan harapannya.
15 menit berlalu, keadaan masih tetap sama dan belum mau untuk mengubah diri. Sampai akhirnya, getaran dan suara dari ponsel itulah yang mengubah suasana yang hampir beku karena rasa kecewa. Pandangan datar yang tadinya setia tertuju ke buliran air hujan diluar sana, kini menatap penuh harap dan segera meraih ponsel berwarna putih itu. Dengan ekspresi yang masih tetap sama, gadis tersebut membuka pesan singkat yang muncul dan mulai membacanya. Namun raut wajahnya masih tetap sama seperti sebelumnya. Menandakan bahwa harapannya masih juga belum menemukan jawaban.

     Tidak, bukan dari orang inilah yang ia harapkan. Tidak berniat untuk membalasnya, ponsel itu kembali ia layangkan ke atas kasur dan ia kembali duduk di sisi jendela kamarnya sama seperti keadaan di beberapa detik yang lalu.

     Hujan sudah mulai mengurangi kecepatannya untuk menjatuhkan diri. Embun tebal yang hampir menutupi seluruh bagian jendela, ia usap dengan menggunakan tangan kirinya yang kini ikut merasakan dinginnya benda keras namun rapuh tersebut. Bekas sentuhannya di jendela itu berhasil membentuk sebuah lingkaran dengan bentuk sisinya yang tak terhingga. Dari lingkaran itulah sang gadis menolehkan pandangan ke sisi luar jendela, memastikan bahwa hujan dan terpaan dinginnya angin sudah tak lagi menyiksa kotanya. Dan benar, hujan dan angin itu sudah pergi.

    Gadis itu lalu melangkahkan kakinya menuju ke pintu, meninggalkan harapannya untuk membaca pesan singkat yang seharusnya dapat melegakan batinnya. Belum sempat meraih knop pintu, sebuah suara kecil berdering dari ponselnya. Tanpa semangat untuk menerka lagi siapa orang yang ada di balik isyarat kecil tersebut, ia berjalan malas menuju ke tempat ponselnya berada. Ponsel itu diraihnya tanpa nafsu dan mulai membuka pesan singkat yang belum dapat ia duga siapa pengirimnya.

     Perlahan ia mencerna setiap kata yang tertata rapi, di akhiri dengan emoticon smile dan hug di bagian akhirnya. Serangkaian kata-kata penuh perhatian dan penyemangat melalui pesan singkat, ternyata bagaikan pelangi yang muncul di tengah gelapnya kabut yang tebal. Hati seorang gadis dapat berubah drastis karenanya.

     Genggamannya mulai mengencang setelah membaca pesan singkat pada benda kecil itu. Jantung yang tadinya beku oleh rasa kecewanya, kini sudah mulai berdetak kembali bahkan lebih kencang dari biasanya. Seulas senyuman manis mulai terukir di wajah yang penuh dengan kebahagiaan tersebut. Ia lalu merebahkan diri sambil merangkul ponsel itu tepat didadanya. Matanya mulai terpejam membayangkan wajah dari seorang pria yang bagaikan malaikat dihatinya. Kini harapan dan penantiannya terjawab sudah. Sederhana, namun membahagiakan dan dapat merubah warna di dunianya.

     Tidak ada hal lain yang diharapkan seorang gadis ketika ia sedang bosan dan kecewa, selain perhatian dan kata-kata manis dari seorang pria yang sedang berada di dalam hati dan pikirannya.

“Serangkaian kata-kata penuh perhatian dan penyemangat melalui pesan singkat, ternyata bagaikan pelangi yang muncul di tengah gelapnya kabut yang tebal. Hati seorang gadis dapat berubah drastis karenanya.”

Hati Bagaikan Kaca

      Hati jika di ibaratkan dengan sebuah benda, kurang lebih sama seperti kaca.
Kaca? Ya. Sesuatu yang tampaknya begitu keras dan kuat, namun hanya dengan satu hentakan saja dapat hancur menjadi berkeping-keping. Begitu juga dengan hati seseorang yang dengan sekuat apapun berusaha melawan, jika dihadapkan dengan cinta, akan dengan mudah menjadi lunak dan luluh seketika.

       Jika hati ini di ibaratkan sama seperti kaca tersebut, aku sendiri tidak tahu, entah sudah seperti apa bentuknya saat ini. Mungkin sudah retak, mendekati pintu kehancuran. Namun jika ada sebuah kaca yang sudah hancur, apakah masih dapat dikembalikan ke bentuk semula hanya dengan menggunakan lem perekat? Tentu saja tidak mungkin. Berkali-kali dihempaskan oleh pedihnya kekecewaan, berkali-kali pula menahan rasa sakitnya dikhianati. Mungkin bentuknya benar-benar sudah hancur berkeping-keping.  Tentu saja aku tidak ingin seperti ini. Namun keadaan yang memaksaku untuk mengalaminya. Dan aku sadar, pasti ada pelajaran yang dapat aku petik dari kejadian ini. Ya, tidak untuk membiarkan sembarangan orang dapat menyentuhnya. Tidak membiarkan sembarang orang untuk menyentuh hatiku lalu pergi begitu saja setelah berhasil menjatuhkannya.

        Kecewa itu wajar, namun tidak untuk berlarut-larut. Jika kita tidak dapat mengembalikan kepingan hati yang hancur itu ke bentuk yang semula, setidaknya kita tidak membiarkannya tetap jatuh berserakan di lantai. Kumpulkan kembali pecahan-pecahan kecil itu, lalu simpanlah sampai seseorang yang tepat akan datang menyembuhkannya. Seseorang yang akan membantumu menyusun kepingan itu hingga kembali ke bentuk yang benar-benar sempurna. Seseorang yang tahu kau pernah terluka dan kecewa, sehingga tidak akan rela membiarkanmu merasakannya lagi.

       Karena tidak ada hati yang diciptakan untuk kosong selama-lamanya. Setiap tempat pasti akan memiliki penghuni, tak perduli berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk menemukan tempat tersebut. Tuhan pasti sudah menentukan nasib setiap orang. Yang perlu kamu lakukan adalah berdoa dan berusaha untuk menemukannya. Jodoh memang pasti akan bertemu, jika kamu mau mencarinya, bukan dengan berdiam diri menantikan kehadirannya.

“Jika kita tidak dapat mengembalikan kepingan hati yang hancur itu ke bentuk yang semula, setidaknya kita tidak membiarkannya tetap jatuh berserakan di lantai.”

Kemana perginya cinta?

Sesuatu yang seharusnya bertahan sampai di titik penantian
Kini berhenti terengah di persimpangan jalan
Terlalu lelah baginya untuk tetap bertahan
Atau mungkin tak ada lagi alasan baginya untuk terus melanjutkan

Aku tetap menunggu di titik batas yang engkau janjikan
Bersama segenggam harapan yang tlah engkau berikan
Sejalan dengan fikiranku yang berulang kali merekam ulang
Saat-saat dimana janji itu engkau ikrarkan

Namun, dimanakah engkau saat ini?
Saat aku setia menunggumu, bersama janji dan harapan darimu?
Apakah janji hanyalah sekedar janji?
Ataukah aku, si wanita bodoh yang tlah tertipu oleh pemikiran semu?

Sekarang aku mengerti
Apa yang sedang ku tunggu sejak awal
Mungkin tidak akan pernah datang menghampiri
Namun satu hal yang terus saja membebani fikiranku
Kemana perginya cinta itu?
Apakah dia sudah menemukan sesuatu yang jauh lebih indah dariku?
Apa benar bahwa aku memang tidak pantas untuk memilikinya?

Sekarang aku berdiri disini
Mengusap air mataku yang tidak seharusnya terjatuh karenamu
Merenggangkan genggamanku akan harapan yang tlah layu dan basah
Dan kini jatuh terhempas bersama dengan tangisanku

Luka dan Goresanku

Hidup bagaikan burung di dalam sangkar yang tertutup awan
Terikat oleh keterbatasan dan ketidakmampuan untuk melawan
Berkali-kali diterpa angin kencang dan derasnya tetesan hujan
Berkali-kali pula mencoba bertahan dan melawan pedihnya keadaan

Tulangku serasa rapuh dan seakan ingin mematahkan diri
Kelelahan melawan cobaan yang menghujaniku bagaikan duri
Aku ingin lepas dari sangkar yang begitu menyiksa ini
Yang tidak pernah perduli dengan rintihan dan tangisan dari batin ini

Tuhanpun seakan lelah mendengar keluhan dan tangisanku
Berulang kali berderai seiring dengan doa yang terucap dari bibirku
Tetapi aku tetaplah seorang gadis yang terbelenggu
Pada luka, goresan, dan tangisan dari masa lalu

Jika aku tidak bisa merubah segala keadaan yang mulai jelas tergambarkan
Setidaknya aku akan meminta untuk tidak pernah ada dan dilahirkan
Karena tidak ada satupun makhluk ciptaannya yang mau mengulurkan tangan
Pada selembar kertas kusam yang sudah tercabik dan terbuang di tepi jalan

Merindu

     Ketika aku merindumu, tak ada hal lain yang dapat kuperbuat selain mengharapkanmu merasakan hal yang sama pula. Pesan-pesan singkat darimu bahkan masih tersimpan rapi di ponselku, tak sedikitpun terbersit dibenakku untuk menghapusnya. Menandakan bahwa aku sangat menghargai setiap moment-moment kecil bersamamu. Disatu sisi, memori yang tersimpan itu dapat melegakanku disetiap kali aku merindumu. Di sisi lain, aku merasa semakin tersiksa, aku selalu ingin memori itu terulang dan terputar kembali walau rasanya sedikit sulit. Keterbatasan “status” membuatku harus menahan rasaku yang sepertinya semakin hari semakin ingin berteriak, bahwa aku membutuhkanmu.

    Terkadang aku ragu, apakah hal yang sama juga terjadi padamu, atau sebaliknya. Seperti diriku, yang selalu tersiksa oleh dalamnya rasa rindu dan rasa ingin bertemu. Anehnya, tidak ada satu katapun yang dapat terlontar begitu aku bertemu pandang denganmu. Darahku terasa membeku dan pikiranku mendadak kosong, seakan tidak pernah ada rasa rindu yang mencuat sebelumnya. Tidak ada satu katapun yang dapat terucap setiap kali aku melihatmu. Namun ada satu hal yang dapat terpuaskan. Ya, rasa rinduku.

     Inilah resikonya, ketika aku dan kamu sama-sama mengakui adanya suatu rasa yang berbeda dan hadir diantara kita, namun kita belum berani mengambil keputusan untuk melangkah lebih jauh karena keadaan yang kurang tepat. Lantas, kita ini apa? Pacar? Tidak, aku sadar dimana posisiku saat ini. Sahabat? Aku rasa lebih dari itu. Tetapi bagaimana mungkin, terjebak diantara status yang mengambang seperti ini, sampai kapan? Apa sampai kita berdua merasa bosan dan akhirnya rasa itu menghilang perlahan? Tentu tidak akan kubiarkan.

    Saat ini, mungkin aku hanya bisa sebatas merangkul bayanganmu. Sebatas mengagumi senyummu yang mungkin muncul bukan karenaku. Memeluk dirimu hanya sebatas mimpi dan anganku. Mungkin untuk sementara akan tetap seperti ini.

     Bukan berarti aku akan menyerah dan berpasrah pada keadaan. Aku percaya, suatu saat nanti, akan ada saat dimana jarak dan keadaan akan hancur oleh kerasnya rasa ini untuk bertahan. Selama aku, dan kamu, masih saling meyakini dan memiliki rasa. Aku percaya dan yakin, waktu yang selama ini tlah ku tunggu-tunggu, akan datang dengan segera. Waktu dimana kita akan dipersatukan, tanpa terbatas oleh keadaan dan para penghalang. Bersabarlah, sayang.

“Keterbatasan status membuatku harus selalu menahan rasaku yang sepertinya semakin hari semakin ingin berteriak, bahwa aku membutuhkanmu.”

Akulah si Wanita Bodoh

Semua sudah berubah. Semuanya sudah berbalik. Apa yang seharusnya berjalan dengan manis, sekarang sudah berubah menjadi pahit dan siap untuk patah ditengah jalan. Menyukai seseorang yang berbeda keyakinan, bukan menjadi alasan untuk berhenti berjuang dan tidak melanjutkan, kan? Pria itu yang tadinya baik, selalu menghujaniku dengan perhatian dan pengertian, berubah menjadi cuek, nggak mau tahu dan mendiamkanku habis-habisan. Memang aku yang salah. Aku yang diam-diam memilih untuk keluar dari kehidupannya. Tapi, bukankah seharusnya dia mencariku dan bertanya ada apa? Mengapa saat aku pergi begitu saja, dia tidak pernah mencariku dan memintaku untuk kembali? Apa ternyata, selama ini hanya aku yang mati-matian mengharapkannya, sementara ia tidak demikian?

    Aku sempat berniat untuk kembali ke dalam hidupnya dan memulai lagi dari awal meskipun kedengarannya tidak mungkin. Namun niatku terhenti. Wajahku terasa tertampar begitu melihatnya sedang mendekati wanita lain yang aku tahu persis siapa orangnya. Apakah aku yang bodoh, ataukah dia yang brengsek?

   Sekarang semuanya sudah jelas tergambarkan. Akulah yang selama ini mati-matian menyukainya, mengharapkannya dan mengkhawatirkannya, sementara ia tidak sama sekali. Aku benar-benar merasa kecewa dan sakit yang berlebih. Tetapi aku seharusnya tidak berhak untuk marah dan cemburu seperti ini. Seharusnya tidak begini, ini salah. Memangnya aku ini siapa? Dia bahkan tidak pernah tahu, semenjak aku memutuskan untuk pergi, aku selalu menangisinya setiap malam dan merasa bodoh telah membuatnya kecewa atas diriku. Aku mengira bahwa selama ini ia selalu memikirkanku, menangisi keputusanku, bahkan menyesal atas semua tindakanku. Namun semua pemikiranku ternyata salah, akulah yang berada di posisi itu. Akulah yang selalu menangisinya, akulah yang selalu memikirkannya, dan akulah yang sangat menyesal atas semuanya.

    Sekarang, aku benar-benar merasa bodoh. Bodoh atas batinku yang ternyata tidak bisa mengiklaskannya. Aku berkali-kali mencoba untuk membunuh perhatianku dan rasa ingin tahuku tentangnya. Namun rasa itu sama seperti bayangan bulan. Ketika aku berjalan, dia seolah-olah mengikutiku. Namun ternyata tidak, akulah yang selama ini berjalan di sekitarnya, diam-diam memperhatikan gerak-geriknya, dan merasa bahwa ia mengikutiku sama seperti aku mengikutinya. Semakin hatiku berusaha untuk menjauh, semakin kuat pula keinginanku untuk kembali dan mendekat kepada seseorang yang saat ini sudah benar-benar pergi jauh.

Ada saat dimana rasa itu sudah mulai memudar dan lukaku sudah hampir mengering. Namun entah mengapa, disaat aku kembali melihatnya dengan wanita yang berbeda pula, aku merasa semakin marah, kecewa, dan membenci semua hal yang membuatku menjadi seperti ini. Rasa cemburu berlebihan yang aku tahu posisinya sangatlah salah ini benar-benar tidak bisa untuk ku padamkan. Rasanya ingin sekali aku pergi ke tempat lain, menyendiri dan melahirkan kembali diriku yang baru. Bukan lagi aku si wanita bodoh, melainkan aku si wanita kuat. Namun rasanya tidak mungkin. Aku tetaplah aku. Nasibku tetaplah nasibku.

Sekarang, jadilah aku, si wanita bodoh yang masih terus mengharapkannya. Si wanita bodoh yang masih tersakiti hatinya oleh seorang pria yang sama sekali bukan miliknya, dan tidak akan pernah untuk menjadi miliknya.

“Sekarang semuanya sudah jelas tergambarkan. Akulah yang selama ini mati-matian menyukainya, mengharapkannya dan mengkhawatirkannya, sementara ia tidak sama sekali.”